a. Pengertian Pernikahan, Remaja, Keluarga,
Pernikahan Usia Muda
Menurut Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 :
1.
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Untuk laki-laki minimal sudah berusia 19 tahun dan untuk perempuan harus sudah
berusia minimal 16 tahun
3.
Jika menikah dibawah usia 21 tahun harus
disertai dengan ijin kedua atau salah satu orang tua yang ditunjuk sebagai
wali.
Remaja (adolescent) berasal dari kata latin
adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence
mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional
spirit dan fisik (Hurlock, 1992). Erikson (dalam Hurlock, 1990) menyatakan
bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego
remaja.
remaja adalah individu yang sedang berada pada
masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang lebih mandiri dan
ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis, dan
spirit.
Keluarga adalah suatu kumpulan dari masyarakat
terkecil, yang terdiri dari pasangan suami istri, anak-anak, mertua dan
sebagainya. Rumah tangga yang bahagia adalah keluarga yang tenang dan tentram,
rukun dan damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan yang mesra dan harmonis
di antara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Untuk mewujudkan keharmonisan diperlukan adanya faktor keserasian, faktor
keselarasan, dan faktor keseimbangan. Faktor–faktor ini hanya dimiliki oleh
pasangan–pasangan yang sudah memiliki kematangan dalam segala tindakan, jika
kematangan ini belum dimiliki akan banyak mengalami masalah dan kendala yang
dihadapi dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Keluarga merupakan lembaga
yang sangat penting dalam proses pendidikan anak, dan sangat menentukan dalam
pembentukan kepribadian serta kemampuan anak.
Ada banyak pengertian pernikahan usia muda,
diantaranya: (1) pengertian secara umum, merupakan instituisi agung untuk
mengikat dua spirit lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga,
(2) menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, pernikahan usia muda adalah
sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat,
sebagai sebuah solusi spiritual. Jadi, cukup logis kalau pernikahan itu dinilai
bukan sekedar tali pengikat untuk menyalurkan kebutuhan biologis (tiket hubungan
seksual yang sah), tetapi juga harus menjadi media aktualisasi ketaqwaan. Oleh
karena itu, untuk memasuki jenjang pernikahan dibutuhkan persiapan-persiapan
yang matang (kematangan fisik, psikis, maupun spiritual).
b. Faktor Penyebab Pernikahan di Usia Muda
Faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda
pada kalangan remaja, yaitu:
1. Faktor Pribadi
Tidak
sedikit pasangan memiliki alasan yang salah ketika menikah, sehingga terjebak
pada pernikahan yang sebetulnya tak diinginkan. Agar pernikahan berjalan
langgeng, sebaiknya para pasangan memiliki alasan yang kuat dan benar untuk
menikah. Beberapa alasan pribadi yang salah antara lain: agar bisa menjauh dari
orangtua dan mendapat kebebasan, agar bisa menyalurkan hasrat seksual, untuk
menghilangkan rasa sepi, agar mendapatkan kebahagiaan, agar bisa menjadi
pribadi yang dewasa, karena telanjur hamil, karena pasangan mencintai anda,
untuk mendapatkan uang atau kesejahteraan finansial yang lebih baik.
2. Faktor Keluarga
Kian
maraknya seks bebas dikalangan remaja dan dewasa muda, maupun meningkatnya
angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan bebas sudah berada
pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera dipikirkan solusinya. Salah satu
jalan yang dipikirkan keluarga, walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan
pasangan remaja di usia muda.
3. Faktor Lainnya
• Faktor Budaya
Maraknya
kawin di usia muda ini berkaitan dengan kultur yang berkembang di masyarakat.
Bagi sebagian masyarakat, seorang anak perempuan harus segera berkeluarga
karena takut tidak laku dan tak kunjung menikah di usia 20-an tahun.
• Faktor Pendidikan
Sebagian
orang tua yang masih belum paham pentingnya pendidikan memaksa anak-anak mereka
untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau
bahkan belum. Mereka menganggap, pendidikan tinggi itu tidak penting.
•
Faktor Ekonomi
Penyebab
lain praktek ini masih saja ditemui antara lain karena kemiskinan. Tingginya
angka kawin muda dipicu oleh rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat atau
kesulitan ekonomi, maka agar tidak terus membebani secara ekonomi karena orang
tua juga tidak sanggup lagi membiayai pendidikan anak, orang tua mendorong
anaknya untuk menikah agar bisa segera mandiri.
•
Faktor Hukum
Hukum
negara yang lemah merupakan salah satu penyebab anak-anak tidak terlindungi
dari praktek ini. Negara mengabaikan terjadinya pelanggaran hak-hak anak
padahal negara wajib melindungi warganya khususnya anak-anak dari keadaan
bahaya.
Dampak Pernikahan di Usia Muda
1.
Tingginya Angka Kematian Ibu dan Anak
serta Gangguan Kesehatan Lainnya.
2.
Penyakit HIV
3.
Kanker
Leher Rahim
4.
Depresi
Berat (Neoritis Deperesi)
5.
Pernikahan
yang Tidak Berkekuatan Hukum.
6.
Munculnya
Pekerja Anak
7.
Kekerasan
dalam Rumah Tangga
8.
Konflik
yang Berujung Perceraian
9.
Banyaknya
Anak Terlantar
10. Kurangnya Jaminan Masa Depan.
c. Mengatasi Pernikahan di Usia Muda
Angka
pernikahan di usia muda terus meningkat sehingga diperlukan upaya untuk menekan
tingginya angka pernikahan usia muda. Beberapa langkah yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Keluarga harus mengajarkan dan
menanamkan nilai-nilai yang baik sejak dini kepada anak, serta memberikan
bimbingan, perlindungan, dan pengawasan agar anak tidak terjerumus dalam
pergaulan bebas yang dapat mengarah pada berbagai hal negatif.
2. Sekolah bekerja sama dengan organisasi-organisasi
sosial untuk memberikan penyuluhan atau bimbingan mengenai berbagai
permasalahan sosial terutama tentang risiko pernikahan di usia muda melalui
pendidikan seks dini, konseling kesehatan reproduksi juga memberikan kesadaran
kepada para siswa untuk menghindari seks pranikah yang bisa mengakibatkan
kehamilan.
3. Masyarakat diminta untuk melapor
jika menemukan kasus pernikahan di bawah umur karena pernikahan seperti ini
merupakan kebiasaan sebagian masyarakat di daerah.
4. Pemerintah Daerah diharapkan dapat
melakukan perlindungan anak secara optimal yaitu memenuhi hak kesehatan dan
pendidikan anak-anak yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perkawinan muda
yang kerap terjadi di daerah dan memantau perkembangan anak di bawah umur agar
tidak terjadi lagi eksploitasi anak-anak dalam pernikahan.
5. Pemerintah Pusat melalui Departemen
Pendidikan Nasional dan Departemen Agama diharapkan dapat memberikan penjelasan
bagi masyarakat mengenai perlindungan atas hak anak tersebut termasuk menjaga
anak agar tidak menikah muda.
6. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga
harus mengupayakan sosialisasi kepada warga untuk menyekolahkan anak-anak
mereka hingga tamat SMA /SMK.
7. Pemerintah Indonesia harus membuat
hukum perkawinan yang menjamin perlindungan hukum bagi semua pihak dan pada
saat bersamaan tetap melahirkan keadilan untuk melindungi keamanan, kesehatan,
kesejahteraan, serta hak-hak anak.
8. Pemerintah maupun kalangan
masyarakat harus terus mengembangkan pendidikan dan membuka lapangan kerja agar
perempuan dan laki-laki mempunyai alternatif kegiatan lain sehingga menikah
muda bukan satu-satunya pilihan hidup. Misalnya mengembangkan program
pemberdayaan orang muda agar meneruskan sekolah, dan bagi yang terpaksa putus
sekolah diberikan pendidikan keterampikan agar tidak segera memasuki jenjang
pernikahan.
Aspek-Aspek
yang Memerlukan Kedewasaan dalam Membangun Rumah Tangga
Dalam pernikahan, usia dan kedewasaan memang
menjadi hal yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin
melangsungkan pernikahan. Setidaknya ada beberapa macam hal yang diharapkan
dari pendewasaan usia, seperti:
1. Pendidikan dan keterampilan
Dalam
bidang pendidikan dan keterampilan merupakan aspek yang sangat penting sebagai
bekal kemampuan yang harus dimiliki bagi seseorang yang melangsungkan pernikahan.
Hal ini sebagai penopang dan sumber memperoleh nafkah untuk memenuhi segala
kebutuhan dalam rumah tangga.
2. Psikis dan Biologis
Mentalitas yang mantap merupakan satu kekuatan besar dalam
memperoleh keutuhan sebuah rumah tangga. Keseimbangan fisik dan psikis yang ada
pada setiap individual manusia dapat menghasilkan ketahanan dan kejernihan akal
dalam menyelesaikan berbagai jenis persoalan yang dihadapi. Akal yang potensial
baru dapat muncul setelah mengalami berbagai proses dan perkembangan.
3. Sosial kultural
Pada sisi ini, seorang individu diharapkan mampu membaca
kondisi dilingkungan sekitar dan dapat menyesuaikannya. Hal ini agar tercipta
suasana dimana dalam suatu rumah tangga yang dibina diakui keberadaannya oleh
masyarakat sekitar sebagai bagian dari anggota masyarakat sehingga keluarga
yang dibentuk tidak merasa terisolasi dari pergaulan yang bersifat umum. Secara
sosiologis kedewasaan merupakan sesuatu yang didasari atas perbedaan peran
sosial yang ditempati.
0 comments:
Post a Comment